Kenapa Harus Unlearn?

Kenapa harus unlearn?

Apa yang di-unlearn?

Apa yang di-relearn?

Yuks, gali lebih dalam.

Disclaimer: Ini hasil penelusuran selama ini, dan aku tidak memaksakan pemahamanku. Jika tidak berkenan dan tidak merasa sefrekuensi, jangan buang waktumu, ignore saja.

Mengungkap Esensi Diri: Kebenaran Tentang Siapa Kita Sebenarnya

We are multidimensional beings having human experience.

Kita adalah makhluk multidimensional yang sedang menjalani pengalaman sebagai manusia. Tujuan kita ada di sini adalah untuk belajar, menimba pengalaman, dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya agar roh kita tumbuh lebih dewasa. Semua yang kita alami, baik suka maupun duka, punya peran penting dalam pertumbuhan spiritual kita.

Pada awalnya, Sang Sumber atau Pencipta Alam Semesta merancang dunia fisik ini dengan memberikan kehendak bebas (free will) kepada semua makhluk. Sang Sumber juga memberi percikan api roh-Nya kepada (yang nantinya disebut) manusia. Nggak semua makhluk diberkahi percikan roh ini, lho. Percikan roh Sang Sumber inilah yang menjadikan kita sebagai "creator gods" atau pencipta kecil. Di alam semesta spiritual, apa pun yang kita niatkan sebagai pencipta, bisa langsung terwujud.

Nah, Sang Sumber ingin tahu apakah makhluk yang sudah punya roh bawaan ini, ketika hidup di alam semesta tiga dimensi yang diatur oleh hukum kehendak bebas, bisa bertumbuh menjadi makhluk yang penuh kebijaksanaan dan kasih sayang. Jika "eksperimen"-Nya ini sukses, Sang Sumber akan menerapkan hukum free will ini di semesta-semesta lain yang akan datang. Dan di sinilah kita sekarang, hidup di Bumi, menjalani kehidupan manusia.

Seharusnya semua berjalan lancar, tapi di tengah jalan, muncul kelompok pemberontak yang "membajak" umat manusia. Mereka menjadikan kita tawanan di planet ini, bikin kita amnesia, dan lupa sama esensi sejati diri kita sebagai creator gods. "Bencana" ini sudah berlangsung ratusan ribu tahun, sampai kita pun jadi terbiasa dengan keadaan ini, menganggapnya sebagai hal yang normal.

Dari kecil, bahkan sejak kita lahir, kita langsung dikondisikan oleh orang tua dan lingkungan. Sepanjang hidup, kita terus dibentuk oleh sistem ini, sehingga menjadi diri yang kita kenal sekarang. Padahal, sesungguhnya kita bukanlah diri yang kita kenal itu; itu hanya sebatas ego. Sejatinya, kita nggak terikat dengan SARA—itu bukan identitas asli kita. Kita bukan ras A, suku B, agama C, atau golongan apa pun. Kita adalah jiwa yang memiliki roh, dengan tugas untuk menjadi penuh kasih dan bijaksana.

Tapi lihat saja, kita malah dibikin super sibuk dengan rutinitas kerja 9-5 (atau lebih, bagi yang workaholic). Kita juga sibuk dengan masalah sehari-hari, hutang, tagihan, gosip selebriti, berita politik, kesehatan, lalu lintas, dan banyak lagi. Semua itu sebenarnya dirancang sedemikian rupa oleh para "penguasa dunia" ini. Tujuannya jelas:

supaya kita nggak punya waktu untuk merenung, biar kita tetap "terkendali," dan supaya kita lupa akan esensi sejati kita.

Mungkin kamu berpikir, "Gimana caranya bisa ingat? Aku nggak merasa pernah kena amnesia!" Ya, tentu saja. Mayoritas manusia nggak ingat kalau hidup yang kita jalani ini sebenarnya sudah berkali-kali. Inilah kecanggihannya sistem mereka: setiap kali kita wafat, memori kita dihapus, dan kita lahir kembali seperti kanvas kosong, nggak ingat apa-apa. Ditambah lagi, ada "hutang karma" yang bikin tiap jiwa setuju untuk dilahirkan lagi dalam kondisi amnesia.

Untungnya, roh atau spirit kita tetap utuh, tersembunyi jauh di dalam lubuk sanubari kita. Mereka tahu semua, tapi nggak bisa muncul begitu saja karena sudah lama terkubur. Yang sering muncul ke permukaan adalah Higher Self, yang merupakan representasi dari roh kita. Higher Self inilah yang membimbing kita, yang sering kita sebut sebagai "kata hati." Tapi, kadang suara hati ini tertutup oleh suara ego, jadi kita bingung, mana yang benar-benar kata hati dan mana yang hanya ego yang minta dimanjakan.

Gimana cara bedainnya? Menurutku, prinsipnya sederhana: selama perbuatan itu nggak merugikan siapa pun, itu berarti suara hati. Tapi kalau sampai ada yang dirugikan, ya, jelas itu ego yang lagi ngomong. Salah satu cara buat menurunkan ego adalah dengan "membuka topeng" kita selama ini, menjadi "telanjang" dalam arti kita jujur dan autentik dengan diri kita. Kita bukanlah ego kita, kita bukan bagian dari kelompok yang ditempelkan ke kita sejak lahir. Lepaskan semua itu, lupakan pelajaran yang selama ini kita percayai dan pegang teguh—itulah mengapa kita perlu "unlearn".

Apa yang harus di-relearn? Setelah membuka topeng dan melepaskan semua kepercayaan lama, saatnya menggali informasi baru. Dengar intuisi kamu; apakah informasi baru itu membuat kamu merasa "klik"? Kalau menurut pengalamanku, kalau ada informasi baru yang membuatku merasa "klik," aku akan mengingatnya. Di kemudian hari, semua potongan informasi ini aku rangkai kembali menjadi sebuah gambaran yang lebih besar yang menjawab pertanyaan-pertanyaan hidup yang selama ini aku punya.

Jadi, selama kita masih menjalani kehidupan ini, cobalah untuk melepas semua identitas yang melekat, dan biarkan diri kita menemukan esensi sejati yang ada di dalam. Itu adalah langkah pertama menuju kebijaksanaan dan kedamaian yang sejati.


source: BrainyQuote

Comments

Popular Posts